Hancur.

Kamis, Desember 04, 2014

            Hai dirimu, apa kabar? Baru saja kita bertegur sapa hari ini. Rasanya sudah lama ya kita tak berbicara seperti ini lagi. Sudah kurang lebih… aku tak dapat menghitungnya. Mungkin itu sebabnya aku merasa ini sangatlah lama. Kau tahu? 3 tahun kita bertemu, dengan percakapan yang terjadi setiap harinya. Meskipun itu hanya sapaan, atau perintah, atau bahkan candaan. Aku senang. 3 tahun yang membuat aku menjadi seperti orang paling bahagia di dunia ini. Dengan penderitaan yang cukup berat, aku tetap bisa menjalani hidup ini dengan senyuman, dahulu. Itu adalah masa lalu. Sudah jauh tertinggal dan habis dimakan waktu.

Kau tahu apa yang aneh dan salah pada diriku? Ketika semua peristiwa itu sudah lampau terjadi, aku masih tetap memendamnya didalam hati. Ketika kau sudah mengubur kenangan itu sebisa mungkin, aku masih menyisakan ruanguntuk menyimapn kenangan itu, kenangan kita.

3 tahun kita bertemu, 2 tahun kita lewati hari-hari bersama. Sungguh, itu waktu yang sangat singkat. Aku bahkan tak dapat mempercayai kalau kita sudah jauh, sudah berpisah. Seperti masih sehari, seperti masih sebentar. Mungkin aku terlalu menikmati masa-masa itu, jadi aku tak tahu jika pada akhirnya, kita harus berpisah.

Ya, berpisah. Kau pergi kesana, aku tetap disini, menunggumu untuk pulang. Kau pergi jauh meninggalkanku, aku tetap bersabar menunggu. Meski aku tahu itu rasanya sakit. Meski aku tahu itu rasanya menyebalkan. Meski aku tahu itu melelahkan. Menunggu seseorang yang bahkan tak kita ketahui apakah dia akan balik pulang, atau terus melangkah bersama yang lain. Meninggalkanku, disini. Sendiri.

Kau tahu? Ini semua menyebalkan. Aku marah—marah kepada diriku sendiri. Diriku yang terlalu bahagia akan hadirnya dirimu, yang membuatku tak dapat melepas bayangmu dari hidupmu. Aku marah pada diriku sendiri karena aku mempercayai semua ucapanmu—yang mungkin saja kau ucapkan hanya untuk ,menghiburku, bukan sebagai janji. Aku terlalu percaya, dan ketka aku dikecewakan, aku jatuh. Jatuh terpuruk. Tanpa ada apaun yang menopang. Tanpa ada siapapun yang membantu. Disini, di jurang kegelapan. Yang bahkan taka da satu orangpun yang mengetahui keberadaannya, sebab memang keberadaannya itu kasat mata.

Aku hanya ingin kau tahu, aku masih tetap disini. Sejahat apapun tindakan dan ucapanmu terhadapku, aku masih akan tetap menunggu disini dengan sabar. Se benci apapun aku pada kata menunggu, penantian ini masih tetap selalu kulakukan untukmu, hanya untukmu. Agar kau tahu, bahwa diriku ini bukanlah pembohong. Agar kau percaya semua kata-katauku, bahwa aku tak akan kemana-mana. Aku akan selalu ada disisini kapanpun kau butuh. Aku akan selalu disini menunggumu, bagaimanapun situasinya.

Mungkin ini terdengar gila. Tapi itu memang apa yang pernah aku ucapkan, dan aku harus bertanggung jawab dengan apa yang telah aku ucapkan. Aku tak ingin menyakiti hati orang lain hanya karna ucapanku, aku tak ingin dicap “sembarangan ngomong” oleh orang lain. Aku tak peduli apapun pendapat orang-orang tentang aku. Tentang aku yang gila. Yang masih bisa-bisanya menunggu seseorang yang bahkan sudah pergi dari kehidupanku. Aku tak peduli jika semua orang berkata itu tidak ada gunanya, hanya akan menyakiti diri sendiri saja. Mereka berkata begitu karena mereka tak tahu—bahwa melepaskanmu dari hidupku adalah hal yang lebih menyaitkan dari hanya sekedar menunggu. Ketika aku menunggu, peluang itu memang terlihat sangat kecil, tapi aku yakin, harapan yang terlihat sangat kecil itu dapat berdampak besar dalam penantianku.


Mungkin itu hanya harapan, atau doa, aku tak tahu.

Marah.

Selasa, Desember 02, 2014

            Ketika kau tak tahu apa yang kau rasakan, dan kamu terlalu bingung hendak melampiaskannya kemana. Karena pada dasarnya memang tak ada yang salah dan perlu disalahkan. Semuanya baik-baik saja, mungkin. Aku tak tahu mengapa ini semua terjadi. Terlalu membingungkan. Semua hal tampak membingungkan dimataku. Semua hal tampak aneh dan menyebalkan dimataku. Dan saat itulah aku hanya dapat diam dan merutuk pada diri sendiri.
           
Apa aku kecewa oleh diriku sendiri? Apakah ini rasanya diambang ketidakjelasan, antara mana yang harus aku pihak—hatiku atau logikaku? Logika ini terlalu realistis jika digunakan dalam menyelesaikan hal yang memang tidak masuk akal ini—namun jika aku menggunakan perasaan, sama saja dengan menjebloskan diri ke jurang “kematian”. Disebut kematian karena hanya emosi saja yang nantinya akan menghantuiku.

Aku selalu berusaha melihat segalanya dari semua sisi, tapi entah mengapa sisi negatif itu terlalu kuat mempengaruhi jalan hidupku, dan jadilah aku. Seorang anak berumur 15 tahun yang masih kecil, memiliki terlalu banyak pikiran negatif yang membuatnya terlalu posesif kepada siapapun disekitarnya. Merasa hal yang negatif sangatlah perlu dipertahankan—padahal ia hanya mencoba melihat semuanya dari segala sisi. Disinilah aku. Berdiri menatap langit dengan pongahnya, merasa berkuasa atas segala sesuatunya—yang bahkan tak dapat digenggam dengan kedua tangan mungilku ini.


Mungkin aku sedang diguncang oleh terlalu banyak terpaan, yang membuatku harus membuat benteng pertahanan untuk diri sendiri, yang justru dihancurkan oleh diri sendiri.

Bayangmu

Kamis, November 27, 2014

             Aku terlalu Lelah. Semua ini benar-benar membuatku tersiksa. Aku tak tahu apa arti dari semua ini. Tapi yang pasti, aku selalu dicekam dalam segala kegiatan yang aku lakukan sehari-hari. Aku tak tahu apa ini. Kegelisahan itu selalu ada setiap harinya. Kebimbangan itu selalu ada dalam setiap keputusan yang aku ambil. Aku tak mengerti apakah aku harus melangkah maju atau mundur seperti mengulang waktu. Dan pada akhirnya, aku memilih untuk diam di tempat tak bergeming sedikitpun.

            Aku berusaha untuk membuka hati. Untuk hal baru, orang baru, dan pengalaman baru yang akan aku jalani. Aku berusaha untuk menerima semuanya, dan membuka lembaran baru dalam hidupku. Aku telah berusaha untuk melupakan masa lalu, menguburnya jauh-jauh dari dalam otakku, dan mulai mengingat hal-hal yang terjadi sekarang ini untuk dikenang di masa yang akan datang.

            Tetapi ini semua terlalu sulit untuk aku terima. Aku selalu tak enak hati, rasanya ada yang tidak pas. Apa itu hanya halusinasiku semata? Ataukah memang itu kenyatan yang sebenarnya hanya harus aku terima dengan lapang dada? Rasa sesak ini masih ada, dan akan selalu ada.

            Aku layaknya orang yang selalu dikejar bayang-bayang yang tak pasti. Ingin berusaha menerima dan tidak mempedulikan bayang itu namun selalu terfikir. Aku seperti manusia yang selalu ingin bersama bayang-bayang semu yang sebenarnya telah hilang.



Bayang semu itu benar-benar telah menggangu kehidupanku.

Menulis

            Haihai readers yang aku sayangi dan aku banggakan^^. Apa kabar semua? Semoga dalam keadaan sehat selalu. Belakangan ini aku cuman nge post hal-hal yang keliatanya sok galau gituya. Padahal sejujurnya itu bukan curhatan lhooo, hanya serangkaian kata yang gatau kenapa, darimana, dan gimana caranya bisa muncul diotak abis itu keketik dengan sendirinya, mengalir aja kayak air, tanpa harus mikir setengah hidup buat ngebentuk kata demi kata yang ada disitu. Entahlah, mungkin aku hanya sedang ingin merepresentasikan apa yang ada di otak dan hati hehe :D.

            Udah ah lanjut yaa ke topik yang akan kita bicarakan kali ini.


Mau tau apa topiknyaa????


Mau tau gaak???


Kepo gaaaak?????













Yaudah kalo gak kepo gak aku lanjutin ceritanya *eh


HAHAHA AKU GAJEEEEEEELAAAAAAS ^^V


Sudahsudah mari aku sebutkan topiknya. Kali ini, aku akan membahas tentang menulis.

Yep, menulis.

Aku ulangi lagi,                                  M E N U L I S.


Jadi disini, aku akan membahas tentang keuntungan menulis dan ditulisi *salaaaah* wkwkwk. Tapi emang bener, menulis itu sangatlah menguntungkan. Aku itu memang bukan apaya, kayak penulis yang rutiiiin terus setiap hari setiap detik pegangannya buku terus nuliiis dimana-mana. Aku hanya menulis jika ada waktu senggang. Sebenernya gaada sih waktu senggang itu apalagi akunya lagi sibuk banget belakangan ini. Tapi yaa disenggang-senggangin would be fun.

Aku itu orangnya dieeeeeem  berisik dan bawel banget. Nah percaya gak percaya, semua yang aku omongin itu belum seberapa banyak dengan apa yang aku pikirkan atau apa yang ada di otakku yang gak lebih besar dari tengkorak kepala sendiri ini. Gatau kenapa, akutuh emang apapun aku pikirin. Dari yang paling penting sampe yg sama sekali gak penting. Dari yang paling asik sampe yang paling jayus (re: gak lucu atau alay). Dari yang paling jelas sampe yang paling random. Jadi jangan tanya kenapa aku bilang semua yang aku omongin itu belum seberapa dengan apa yang ada di otakku.

TAPIIIIIIIIIIIIIIIII, TAPINIHYAAAAAAAA

T E T A P I…

Gak semua orang seneng denger aku ngomong. Gak semua orang nerima keberisikan aku. Gak semua orang mau denger aku ngoceh tiap pagisiangsoremalem non-stop *gakdeeeng kan ada waktu tidur*. Tak jarang mereka kesel, berontak, bahkan musuhin aku cuman gara-gara aku cerewet. Tak jarang orang ngucilin aku cuman gara-gara aku banyak omong. Tak jarang semua mengejek bahkan menjauhkan aku cuman gara-gara aku gabisa diem. Penting gaksih? Kayak apaya, ya aku emang cerewet ya terus????? Terima lah jangan gitu-gitu amaaat. Jahat amat wkwkwk.

Seiring berjalannya waktu, aku sadar. Gaksih gaksadar sebenernya aku masih gila  . Maksudnya disini tuh sadar apaya, kayak aku tuh baru paham. Bukan sih bukan baru paham, tapi apaya. Duh aku kok bingung.

Oke oke fokus ke topik yang aku mau omongin. Kenapa jadi muter-muter gini coba.

Aku baru mikir lagi aja, kalo kayaknya inituh apaya gak sebaik apa yang aku pikirin. Tipe orang itukan beda-beda. Mungkin bakalan biasa aja rasanya kalo yang denger aku ngomong tuh orangnya sama-sama cerewet kayak aku. Lha kalo yang pendiem gimana? Mana mereka suka sama berisik yang (menurut mereka) mengganggu banget itu? Mereka lebih membutuhkan ketenangan daripada berisik-berisikan gajelas gitu. Trus banyak juga kan orang yang gampang keganggu gara-gara terlalu berisik? Jadi mereka gabisa fokus sama apa yang sedang mereka kerjakan. Nanti kalo keganggu, kerjaan mereka bisa gak selesaideh.

Jadi aku juga mulai berusaha diem kan tuhya. Yaaaa cukup lah lumayan minimal bisa bikin mereka konsen sama apa yang lagi mereka lakuin atau minimal bisa tenang aja, itu udah cukup buat mereka. Jadi kalo aku gabisa berisik, aku pasti  menulis. Buat meredam semua kekesalanku karena gabisa ngomong lagi. Buat mengeluarkan semua yang udah aku coba tahan di dalam hati cuman selalu berusaha membludak keluar. Rasanya semua fikiranku tuh mau keluar gitu aja dan aku gatau harus gimana dengan otakku yang overloaded ini. Yaaa gitudeh pokoknya. Jadilah aku menulis.

Terus aku inget perkataan salah satu guruku. Beliau pernah bilang begini:



        “Menulis itu bisa meredakan emosi, menghilangkan egoitisme, dan bikin tenang.”


Nah setelah beliau bilang kayak gitu, aku baru sadar. Emang iyaya, ketika kita menulis, jiwa kita tuh kayak apaya keluar aja. Kita jadi seperti kayak aslinya, gaada rasa jaim apalagi yang malumalu gajelas gitu. Tulisan itu gabisa bohong juga. Jadi setiap tulisan itu pasti bermakna. Maksudnya bermakna disini tuh gimanaya. Jadi kita kayak ada sesuatu pesan yang tersampaikan, tanpa harus kita nyakitin siapapun.

Terus dengan menulis, kita juga bisatuh yang kayak aku gitu, tadinya cerewet, diem seketika. Aku kadang kalo nulis sampe terlalu hanyut dalam suasana. Kadang suka gasadar kalo akutuh masih berada di dunia yang penuh dengan manusia ini. Aku tuh suka gak sadar kalo akutuh gak sendiri disini, karena terlalu mendalami tulisan itu kaliya.

Nah, selain dapat menurunkan tingkat keegoitisan serta dapat melampiaskan kekesalan karena otak yang overloaded tapi bingung mau dilampiasinnya kemana, menulis juga bikin kita belajar cara menata kata-kata atau kalimat yang baik, enak didengar, dan berstruktur.

Dari awal apa-apa yang kita biasanya langsung ceplas ceplos ngomong asal aja yang bahkan bisa melukai hati orang lain *curhat* jadi bisa ngomong dengan rapih, enak, bahkan tidak jarang aku mengeluarkan bentuk kata atau kalimat kiasan yang kalo didenger sih emang keliatan kolot bin alay banget tapi bikin apaya aku jadi seneng endiri gitulho.

Perasaan seneng pas kita bilang kata kiasan itu gimana ya, seneng juga bangga. Pokoknya keren aja sensasinya. Aku emang gak suka sesuatu yang mainstream ya, jadi kata kiasan itu langka dan aku bangga karna aku salah satu makhluk mainstream yang berbicara menggunakan kalimat langka hehe *giggles*.

Nah terusnihya kalo kita menulis, kitatuh kayak apaya meninggalkan jejak gituu sebelum kita meninggal. Keren gaktuh? Siapa tau aja ntar bisa dikenang buat dibaca sama anak cucu kita nanti *ceilah bahasanya*.

Ya pada intinyaaaaaaaaaaa…

Menulis itu bagus, menyenangkan, apaya kayak kitatuh bisa keren dengan menulis, gapake gaya-gayan yang harus punya good fashion sense lah, apalah, kan repot.

Segitu ajadehyaa S E D I K I T (:p) tulisanku hari ini. Enggadeng ini sampe 3 harian baru selesai, sibuk bangetsih wkwk. Byebieees ^^.





Rindu

Selasa, November 11, 2014

               3 bulan telah berlalu, dan aku masih tak dapat menyingkirkanmu dari bayangku. Semua memori itu masih ada, terkenang dengan baik dan tersusun rapi layaknya album foto. Aku merindukanmu, sungguh. Kenyataan ini masih tak dapat kuterima dengan nalar, maupun hati. Kau benar-benar menghilang, pergi meninggalkanku. Hingga kenangan ini selalu menyeruak masuk kedalam skema film yang selalu berputar dikepalaku. Hingga kerinduan ini membuatku sesak, buta, tuli, bisu, dan hingga akhirnya aku mati tak berdaya.

            Aku hanya dapat mengenang itu semua, disini, di tempat kita terbiasa untuk bertemu, berkeluh kesah, memikirkan nasib kita yang sama setiap harinya. Mengeluh akan lelahnya kehidupan yang kita miliki masing-masing. Terkadang kita akan bercakap-cakap tentang rencana kita kedepan—yang pada saat itu aku yakini akan aku jalani bersamamu. Terkadang kita hanya bersenda gurau membicarakan hal tanpa arti, namun dapat menghibur hati yang sedang gundah gulana. Semua itu terlihat sangat monoton, bahkan tak jarang kita mengungkapkan kebosanan kita satu sama lain.

            Apa kau tahu? Dibalik kebosanan itu, dibalik hal yang aku sebut monoton itu, kepedulianku padamu selalu ada, dan akupun yakin kau juga peduli padaku. Kau tahu? Monoton itu hanya apa yang aku, kamu, dan semua orang lihat. Bosan itu hanya sekedar apa yang orang dengar. Tapi perasaan itu tidak. Hati ini tak akan bosan dengan pertanyaan yang sama. Hati ini tak pernah bosan dengan senda gurau yang selalu kamu ulangi setiap harinya. Hati ini tak mungkin bosan dengan sapaan yang selalu muncul setiap pagi, dengan kata-kata yang rutin dan di jam yang sama.

            Kau tahu? Aku rindu. Rindu akan canda dan tawamu. Aku rindu. Rindu akan sapaan-sapaanmu. Aku rindu. Rindu akan keluhan yang selalu kau ucapkan padaku setiap malamnya. Kau selalu bilang bahwa dirimu lelah. Kegiatan disekolah terlalu padat, membuatmu tak mendapatkan istirahat yang cukup. Anehnya, kau mengatakan itu pada jam malam tidur, yang seharusnya kamu pergunakan sebagai waktu untuk istirahat. Aku senang, mungkin kau mendeskripsikan kata istirahat dengan berbeda.

            Rinduku ini tak dapat dideskripsikan dengan kata-kata. Dan ini hanyalah sepenggal kenangan masa lalu yang indah.

Theme by: Pish and Posh Designs