Ketika kau tak tahu apa yang kau rasakan, dan kamu terlalu
bingung hendak melampiaskannya kemana. Karena pada dasarnya memang tak ada yang
salah dan perlu disalahkan. Semuanya baik-baik saja, mungkin. Aku tak tahu
mengapa ini semua terjadi. Terlalu membingungkan. Semua hal tampak
membingungkan dimataku. Semua hal tampak aneh dan menyebalkan dimataku. Dan
saat itulah aku hanya dapat diam dan merutuk pada diri sendiri.
Apa aku kecewa oleh diriku
sendiri? Apakah ini rasanya diambang ketidakjelasan, antara mana yang harus aku
pihak—hatiku atau logikaku? Logika ini terlalu realistis jika digunakan dalam
menyelesaikan hal yang memang tidak masuk akal ini—namun jika aku menggunakan
perasaan, sama saja dengan menjebloskan diri ke jurang “kematian”. Disebut
kematian karena hanya emosi saja yang nantinya akan menghantuiku.
Aku selalu berusaha melihat
segalanya dari semua sisi, tapi entah mengapa sisi negatif itu terlalu kuat
mempengaruhi jalan hidupku, dan jadilah aku. Seorang anak berumur 15 tahun yang
masih kecil, memiliki terlalu banyak pikiran negatif yang membuatnya terlalu
posesif kepada siapapun disekitarnya. Merasa hal yang negatif sangatlah perlu
dipertahankan—padahal ia hanya mencoba melihat semuanya dari segala sisi. Disinilah aku.
Berdiri menatap langit dengan pongahnya, merasa berkuasa atas segala sesuatunya—yang
bahkan tak dapat digenggam dengan kedua tangan mungilku ini.
Mungkin aku sedang diguncang oleh
terlalu banyak terpaan, yang membuatku harus membuat benteng pertahanan untuk diri
sendiri, yang justru dihancurkan oleh diri sendiri.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar